Mengelola kelas dan memecahkan konflik dalam pembelajaran secara
konstruktif membutuhkan keterampilan komunikasi yang baik. Menurut Santrock
(2008), terdapat tiga aspek utama dari komunikasi dalam pembelajaran, yaitu
keterampilan berbicara, mendengar dan komunikasi nonverbal. Berbicara di
hadapan kelas dan di hadapan siswa harus dapat mengkomunikasikan informasi
secara jelas. Kejelasan dalam berbicara penting agar pengajaran yang dilakukan
oleh guru dan proses belajar yang diikuti siswa dapat berjalan responsive.
Florez (1999) dalam Santrock
(2008) mengemukakan bererapa strategi yang dapat digunakan oleh guru agar
dapat berbicara secara jelas pada saat proses pembelajaran berlangsung.
Strategi yang dimaksud oleh Florez adalah harus dilakukan dengan menggunakan
tata bahasa yang benar, kosa kata yang dapat dipahami dan tepat pada
perkembangan anak, melakukan penekanan pada kata-kata kunci atau dengan
mengulang penjelasan, berbicara dengan tempo yang tepat, tidak menyampaikan
hal-hal yang kabur, dan menggunakan perencanaan dan pemikiran logis sebagai
dasar berbicara secara jelas di kelas.
Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
komunikasi verbal adalah gaya penyampaian pesan. Menurut Santrock (2008),
terdapat dua gaya penyampaian pesan dalam komunikasi verbal, yaitu gaya pesan
“kamu” dan gaya pesan “saya”. Gaya pesan kamu merupakan gaya yang tidak disukai
oleh siswa karena pembicara tampak menghakimi orang lain dan menempatkan siswa
dalam posisi defensive. Contohnya, “itu benar-benar perkataan bodoh” yang
berarti “ucapan kamu benar-benar bodoh”. Ataukah “jauhi diriku” yang berarti
“kamu mengganggu hidup saya”. Sedangkan komunikasi pesan “saya” bersifat
merefleksikan perasaan pembicara dan lebih baik. Pesan “saya” dapat menggeser
percakapan ke arah yang konstruktif dengan mengekspresikan perasaan tanpa
menghakimi orang lain atau siswa. Contohnya, “saya marah karena keadaan jadi
buruk”, “saya sedih kalau perasaan saya tidak diperhatikan”. Dalam proses
pembelajaran, guru selain harus dapat memonitor percakapan sendiri, juga harus
dapat memonitor percakapan siswa agar dapat membimbing mereka untuk lebih
banyak menggunakan pesan “saya”.
Aspek lain dalam komunikasi verbal yang penting bagi guru adalah
cara menangani konflik. Menurut Santrock (2008), cara menangani konflik dapat
dilakukan dengan menggunakan empat gaya, yaitu agresif, manipulative, pasif dan
asertif. Gaya agresif cenderung galak, menuntut, kasar dan bertindak dengan
gaya bermusuhan, serta seringkali tidak peka terhadap hak dan perasaan orang
lain. Gaya manipulative, berusaha mendapatkan yang diinginkan dengan membuat
orang lain merasa bersalah kepada dirinya, memilih bertingkah sebagai korban
agar orang lain melakukan sesuatu untuk dirinya. Gaya pasif, bersifat tidak
tegas dan pasrah, membiarkan orang lain “menindas” dirinya tanpa
mengekspresikan perasaannya dan tidak memberi tahu orang lain keinginannya.
Sedangkan gaya asertif, mengekspresikan perasaannya, meminta apa yang
diinginkan, dan berkata tidak untuk hal yang tidak diinginkan. Gaya asertif
memperjuangkan hak yang sah, mengekspresikan pandangan secara terbuka, berusaha
mengubah perilaku yang salah, dan menolak paksaan untuk dimanipulasi. Menurut
Santrock (2008), bersikap asertif adalah pilihan terbaik bagi guru dalam
berkomunikasi verbal dengan siswa untuk menyelesaikan konflik.
Dalam berbagai hal, seorang guru dapat mengalami situasi di mana
komunikasi dengan siswa menjadi tidak efektif. Gordon (1997) dalam Santrock (2008)
mengemukakan lima hal yang dapat menjadi rintangan dalam menjalankan komunikasi
verbal yang efektif, yaitu kritik, pelabelan (membri julukan), menasihati,
mengatur-atur, dan ceramah moral. Mengevaluasi dengan memberikan kritik kepada
siswa dapat mengurangi efektivitas komunikasi, sehingga mengkritik siswa dapat
dilakukan dengan meminta siswa evaluasi diri, misalnya penyebab nilai ujiannya
yang buruk. Julukan atau pelabelan biasanya menjadi cara untuk merendahkan
siswa dengan menggunakan kata-kata hinaan, sehingga guru harus mengontrol
perkataannya dan perkataan murid agar dapat saling memahami perasaan satu sama
lain. Menasihati yang dimaksud dalam hal ini adalah merendahkan orang lain lalu
memberi nasihat solusi, dan mengatur-atur dapat terjadi dengan memerintahkan
orang lain melakukan sesuatu yang diinginkan, sehingga dapat menimbulkan
resistensi. Sedangkan ceramah moral yang bersifat mengkhotbah bagi siswa dapat
meningkatkan rasa bersalah dan kegelisahan pada diri siswa. Dengan demikian,
seorang guru lebih baik menggunakan bahasa yang tidak terlalu menyalahkan
siswa.
Mengelola kelas secara efektif dapat lebih mudah dilakukan
apabila guru dan siswa memiliki keterampilan mendengar yang baik. Seorang
pendengar yang baik akan mendapatkan daya tarik bagi orang lain untuk
berkomunikasi. Pendengar yang baik akan mendengar secara aktif dan tidak
sekedar menyerap informasi secara pasif. Menurut Santrock (2008), mendengar
aktif berarti memberi perhatian penuh pada pembicara, memfokuskan diri pada isi
intelektual dan emosional dari pesan. Seorang guru dapat menggunakan strategi
di bawah ini untuk berinteraksi dengan siswa dan melatihkan keterampilan siswa
dalam mendengar aktif:
- Memberi perhatian cermat pada
orang yang sedang berbicara, hal ini akan menunjukkan bahwa anda tertarik
pada hal yang sedang dibicarakan, gunakan kontak mata, isyarat condong
badan kepada orang yang sedang berbicara.
- Melakukan parafrasa, menyatakan
kembali kalimat yang baru saja dikatakan orang lain dengan menggunakan
kalimat sendiri.
- Mensinstesiskan tema dan pola,
meringkas tema utama dan perasaan pembicara yang disampaikan dalam percakapan
panjang.
- Memberi umpan balik atau tanggapan
dengan cara yang kompeten, dapat berupa tanggapan verbal atau nonverbal
yang membuat pembicara mengerti pencapaian target sasaran pesan.
Selain komunikasi verbal, interaksi di dalam kelas juga dapat
terjadi komunikasi nonverbal. Dengan demikian, komunikasi nonverbal penting
diperhatikan untuk mencapai komunikasi efektif dalam pembelajaran. Komunikasi
nonverbal biasanya dilakukan untuk memback up atau menegaskan pesan verbal,
namun seringkali pesan nonverbal lebih efektif dalam mencapai sasaran pesan.
Beberapa contoh komunikasi nonverbal dapat dilakukan dengan mengangkat alis,
bersedekap untuk melinndungi diri, mengangkat bahu sebagai tanda tak peduli,
menepuk dahi sebagai tanda lupa sesuatu, dan lain sebagainya. Banyak pakar
komunikasi percaya bahwa sebagian besar komunikasi interpersonal dilakukan
secara nonverbal. Bahkan siswa yang duduk di sudut ruangan sambil membaca buku
sebenarnya mungkin sedang mengkomunikasikan keinginannya menyendiri secara
nonverbal (Santrock, 2008). Ekspresi wajah, komunikasi mata, sentuhan,
menghormati ruang pribadi dan melakukan diam merupakan teknik komunikasi
nonverbal yang efektif dalam membangun interaksi positif antara guru dengan
siswa maupun siswa dengan siswa.
Source :www.mahmuddin.wordpress.com