LIMA PULUH DUA TAHUN** yang lalu, Kampus
Darussalam yang hari ini megah dan membanggakan hati, masih kebun kelapa
di tengah rawa. Lokasinya masih terdaftar sebagai erfpacht N.V.Roempit,
jauh diluar kota.
Pada musim hujan tanah erfpacht Roempit adalah rawa yang lembab. Juga
dipermukaan kubangan kerbau yang berserakan di sana-sini. Sebaliknya
jika musim kemarau tanahnya gersang, pecah berbungkah-bungkah. Sementara
pepohonan seperti nyiur, hidup segan diatasnya, berdaun merah layu.
Tidak lagi berbuah seperti tiga puluh tahun dahulu ketika ia masih
rimbun.
Dimasa
perang melawan Belanda, tujuh puluh tahun lampau**, daerah ini menjadi
basis gerilnya Muslimin. Front terdepan yang menghadang serdadu-serdadu
Belanda di lintas lini pertahanan dari Krueng Cut membujur ke Lam Baro.
Dapatlah kita perkirakan berapa banyak darah mencurah di sini dan
manusia-manusia terbenam di dalam lumpur. Ketika rakyat Aceh pada awal
1942 berontak terhadap kekuasaan Belanda, daerah ini sekali lagi
merupakan basis pertahanan yang mencatat sejarah tersendiri.
Disinilah rakyat Duapuluh Dua Mukim mengadakan steling pertahanan.
Pejuang-pejuang Aceh yang berlindung di sekitar Tanah Rumpet ini pada
malam tanggal 11 Maret 1942 menghadang mobil-mobil lapis-baja Belanda
yang menyerang tempat kediaman Teuku Nyak Arif.
Selama tiga-setengah tahun rejim militer Jepang menduduki Aceh.
Rumpet menjadi daerah angker menyeramkan: bau amis yang memuakkan
bergelimang disini. Jika seorang penduduk kampung seberang sana,
Tungkop, Lambaro Angan, Mireuk, pagi pagi berangkat ke kota dan
petangnya kembali, selalu tercium bau yang meremangkan sekitar sini.
Anyir dan mual dan muak sekali.
Kata orang, bila matahari hendak tenggelam, jin-jin di Rumpet
berpesta pora sambil bertanak malam. Bila menjelang malam, orang hendak
ke kota, ada saja teman-sekampungnya berpesan: jangan lewati lokasi
Rumpet pada senja-hari.
Andaikata pesan itu tidak dihiraukan, adakalanya terjadi hal-hal yang
tidak mereka duga. Aneka bayangan melintasi, membuat bulu-kuduk
meremang, rambut keras menegang dan hidung mencium bau aneh. Tidak semua
orang percaya pada takhyui itu. Mungkin juga anda.
Tetapi apakah anda dapat mendustai mata sendiri, apabila anda senja
ataupun malam gerimis, benar-benar di situ dapat kita saksikan
bunga-bunga api yang menyembur, berlarian kian-kemari di celah-celah dan
di atas permukaan rawa?
Orang sana menyebutnya jen apui atau setan api. Kenyataan ini, aneh.
Tetapi bukankah kehidupan sering-sering tak terelakkan dengan hal-hal
yang aneh?
Memang, kita tidak banyak dapat berbicara mengenai keanehan-keanehan
rawa di situ. Akan tetapi banyak penduduk di sekitarnya, terutama
orang-orang tua, dapat bercerita jelas tentang ini.
Rencana pusat Universitas di Darussalam. (Foto: STN/TA. Talsya).
Cerita yang aneh-aneh tengah suasana malam di rawa Rumpet, yang
namanya sekarang telah bertukar menjadi Kampus Darussalam. Rawa-rawa,
yang kata orang sarang hantu itu tak ada lagi, sekarang. N.V.Roempit
telah bertukar nama menjadi DARUSSALAM.
Singgasana hantu dahulu, kini beralih menjadi gedung berlabur
putih-putih. Belukar-belukar Rumpet yang kata orang, tadinya dihuni
pari-pari dan setan api, tidak kelihatan lagi. Diatasnya telah
bermunculan gedung-gedung. Wajahnya berubah menjadi Kampus yang tumbuh
dari rawa.
Pada 1 Pebruari 1958, di Banda Aceh diadakan suatu rapat. Disana
dibahas persoalan menyangkut haluan dan policy pembangunan pendidikan di
Aceh yang sangat jauh tertinggal dibelakang, berbanding dengan
beberapa daerah lain. Rapat disponsori dan dipimpin oleh Ketua Penguasa
Perang dan Gubernur Aceh, Kolonel Sjammaun Gaharu dan Gubernur
A.Hasjmy. Dihadiri juga para staf lembaga masing-masing dan orang-orang
patut. Hasil rapat, ialah kesepakatan dan kebulatan tekad ‘bersama untuk
memajukan pendidikan di Aceh dan menempatkannya pada urutan prioritas
teratas.
Gotong royong menimbun rawa2 untuk mendirikan kampus pada tahun 1958
Langkah permulaan yang akan dijalani ialah mendirikan sebuah
kota-pelajar mahasiswa sebagai sentrum lembaga pendidikan tinggi.
Landasan kesepakatan tersebut selanjutnya disempurnakan dan diperluas.
Dan dituangkanlah kedalam suatu Anggaran Dasar Yayasan Dana
Kesejahteraan Aceh.
Untuk pelaksanaan pembangunan kota pelajar mahasiswa dimaksud serta
untuk kesempurnaan kelancaran aktivitas penyelenggaraannya, disamping
Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh dibentuk sebuah badan, Komisi Pencipta
Kota Pelajar/-Mahasiswa Darussalam. Tugasnya antara lain untuk
menyebarkan pengertian dan memperluas penerangan kepada segenap rakyat
mengenai arti dan ujud Kota Pelajar/Mahasiswa itu
Kolonel Sjamaun Gaharu dan A. Hasjimi meninjau Darusalam 1958
Komisi Pencipta dipimpin Gubernur A.Hasjmy. Lenggangnya seirama
dengan Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh. Bedanya hanya didalam tugas.
Jika Yayasan bergerak dalam usaha pembangunan Kampus, maka Komisi
berfungsi mengharungi hati-hati semua orang di Aceh supaya menghayati
arti penting pembangunan pendidikan tersebut.
Untuk mempercepat langkah kearah tujuan, maka disusun tiga landasan
pokok yang mengandung perpaduan diantara Komisi, Yayasan dan Rakyat.
Landasan itu:
Pertama : Komisi Pencipta adalah badan pemikir, inspirasi dan pencipta.
Kedua : Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh adalah badan pelaksana.
Ketiga : Rakyat adalah modal utama pembangunan raksasa itu.
Program kerjanya ialah merencanakan idea mengenai bentuk, isi, jiwa
dan semangat Kota Pelajar/ Mahasiswa yang hendak dibina. Selanjutnya
melengkapinya dengan berbagai sarana kebutuhan.
Disamping itu dirasakan sebagai sangat penting . adalah penyampaian
penerangan kepada masyarakat luas tentang faedahnya usaha yang sedang
dibangun. Pada 8 Mei 1958 suatu delegasi otoritas dan para ahli turun
kelapangan, mencari suatu lokasi yang sesuai untuk kota pelajar yang
luas dan lengkap.
Mereka yang terdiri dari pada pengurus Yayasan Dana Kesejahteraan
Aceh, Kepala Dinas Pekerjaan Umum tingkat Propinsi dan Kabupaten Aceh
Besar, pejabat Inspektorat Agraria dan para undangan, mula-mula mencari
sebidang tanah daerah Mata le. Mereka tertarik dengan erfpacht Keutapang
Dua di seberang jembatan.
Tetapi demi diselidiki, tanah tersebut tidak memeriuhi syarat. Lantas gagal.
Diambillah keputusan pada tanggal 24 Mai 1958 untuk memastikan tanah
erfpacht N.V.Roempit di Lamnyong, menjadi Kampus. Pada 30 Mei
berikutnya kornpleks ini ditinjau. Ternyata memenuhi syarat.
Luasnya kurang lebih 181 HA. Disampingnya masih terdapat banyak tanah
yang bisa dikuasai kemudian apabila rencana perluasan menghendakinya
kelak.
Setelah rapat lengkap Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh pada 5 Juni
1958 yang dilanjutkan pada tanggal 4 Juli berikutnya, dilakukan
peninjauan langsung kelapangan N.V.Reompit.
Team terdiri dari Ketua Penguasa Perang Kolonel Syammaun Gaharu,
Gubernur A.Hasjmy, Kepala Staf Kodam I lskandar Muda Letnan Kolonel
T.Hamzah. Juga disertai anggota-anggota Staf Penguasa Perang, para
pejabat sipil dan kepolisian serta undangan.
Dengan demikian menjadi pasti bahwa tanah N.V.Roempit ditetapkan menjadi kornpleks Kota Pelajar Mahasiswa Aceh.
Komisi Pencipta menetapkan nama “DARUSSALAM” untuk Kota Pelajar tersebut dan nama “SYIAH KUALA” untuk Universitas yang akan dibangun di atasnya.
Darussalam, nama yang diangkat kembali kepermukaan dari pendaman
sejarah Aceh masa gemilangnya kerajaan dibawah pimpinan Sulthan
Johansyah ditahun 1205 M (601H).
Ketika itu, sebuah negara Islam yang kuat berdiri di Aceh Raya yang dikenal dengan”ACEH DARUSSALAM”.
Nama Syiah Kuala dipetik dari khazanah sejarah ilmu pengetahuan,
yakni gelar kehormatan Teungku Syekh Abdurrauf, salah seorang Ulama
Besar dan Mufti Kerajaan Aceh.
Ditetapkan pula bahwa Kota Darussalam akan memiliki berbagai bangunan
untuk Pusat Universitas, gedung-gedung pendidikan berbagai tingkat dan
berbagai kejuruan. Juga dibangun perumahan untuk Rektor, Dekan dan para
Dosen, perumahan pegawai, asrama mahasiswa, wisma tamu, perkantoran dan
klinik pengobatan.
Tugu Kopelma Darussalam
Di sana juga akan terdapat kolam renang, taman bunga, stadion dan
serba kelengkapan rekreasi. Disamping TUGU Darussalam, juga akan
didirikan sebuah Mesjid Darussalam yang luas.
Untuk mendapat hasil yang sebaik mungkin, diadakan sayembara skets
perspektif bangunan dan situasi Darussalam yang akan dipadukan dengan
petunjuk Biro Planologi Jakarta yang diundang khusus untuk membantu
perencanaan tersebut.
Mengingat partisipasi masyarakat adalah modal utama keberhasilan
rencana pembangunan ini, maka Komisi Pencipta menugaskan semua
anggotanya melakukan kampanye penerangan ke berbagai tempat.
Penerangan telah dilakukan terus menerus untuk memantapkan idea
Darussalam kelubuk hati dua juta rakyat. Maka mengalirlah sokongan dari
segenap pelosok, sehingga dimana-mana dibentuk badan penerima sumbangan.
Rakyat mengadakan gerakan pengumpulan botol kosong, kertas koran
bekas, hewan ternak, bekas dan emas perhiasan. Ada pula menyumbang
gedung yang siap ditempati ataupun perhiasan emas dalam jumlah besar,
sebagaimana dihibahkan oleh Kolonel Syamaun Gaharu.
Para pegawai dan anggota ABRI merelakan pemotongan gajinya untuk
pembangunan Darussalam. Mereka juga, bersama sama para pelajar dan
penduduk datang ke Darussalam dengan pacul, linggis dan bukulah,
melakukan gotongroyong.
Dibersihkanlah belukar, ditimbunlah parit dan rawa-rawa berlumpnr,
ditebanglah pohon-pohonan yang menyemakkan, dan dibuat trase-trase
jalan.
Sangat sederhana permulaan kerja membangun Darussalam ini. Primitif
sekali. Dengan tangan dan tenaga. Dengan kemauan yang diganjel
cita-cita.
Pada tanggal 17 Agustus 1958 diletakkan “batu Pertama oleh Menteri Agama Kepublik Indonesia Kyai Haji Ilyas
Setan dan nyamuk, sejak hari itu menyingkir dari Darussalam. Telah
ditinggalkannya telaga-telaga kubangan yang menjadi singgasana
kediamannya berpuluh tahun.
N.V.Roempii telah tak ada. Yang kini terpampang sejauh mata memandang
adalah kompleks pendidikan. Rawa-rawa telah lenyap terbenam dibawah
bangunan gedung-gedung kuliah dan rumah para dosen.
Untuk Darussalam, Kampus yang tumbuh dari rawa ini kita patut merasa
bangga. Kita patut bersyukur kepada Allah Maha Kuasa. Kita patut tidak
pernah akan melupakan bahwa dibawah pendaman gedung-gedung bertebaran
itu, ada satu lapisan tanah dimana keringat pernah mernbasahinya. Ada
jejak-jejak telapak kaki puluhan ribu manusia yang meletakkan landasan
untuk Darussalam.
Botol-botol kosong dan kertas-koran-bekas menjadi fundasi Kampus ini-ini…
Dicelah-celah pohon kelapa dibangun ,gedung-gedung Pendidikan 1959.
Source : theglobejournal.com