Ibu...,
Bismillah,
Was shalatu was shalaamu 'ala Rasulillah, wa 'ala alihi wa ashabihi wa man
tabi'ahum biy ihsaniy ila yaumil qiyamah, 'amma ba'du...
Allah Ta’ala menjelaskan kepada kita, bahwa peran ibu
lebih besar dalam hal perjuangan dan kesabarannya di dalam kehidupan ini
dibanding ayah. Oleh karena itu Allah menyebutkan ibu secara khusus,
untuk mengingatkan bahwa hak ibu lebih besar dibanding hak ayah. Hal ini
disebabkan ibu yang mengandung janin di dalam perutnya selama Sembilan bulan;
dan dialah yang memberinya segala kebutuhannya berupa makanan dan lain-lain
dari darah dan dagingnya.
Janin terbentuk di dalam dan dari padanya. Dia makan dan
bernapas untuk janinnya dan dirinya sendiri, dia memberikan kesehatan dan
kekuatannya kepada janin, sekalipun dia sendiri sangat lemah. Karena itu Allah
Ta’ala berfirman, “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada dua orangtua ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua ibu-bapakmu. Hanya
kepadaKulah kembalimu’. (Lukman : 14)
Ibu mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan berlipat ganda. Setelah dilahirkan, bayi tidak terpisah dari ibunya, bahkan
setelah itu ia senantiasa membutuhkannya, menetek dan makan dari ibunya.
Setelah bersalin, sang ibu terus memberinya sebagian kesehatannya, sebagaimana
memberinya makan sebelum itu. Jika demikian bagaimana ibu tidak lebih utama
dibanding bapak?
Memang bapak merasa payah karena memperhatikan kepentingan
anak-anaknya, tetapi dia tidak merasakan penderitaan seperti yang dirasakan
oleh ibu.
Ibu tidak suka derita dan siksaan bersalin, tetapi
menerimanya karena cintanya pada anak, oleh sebab itu Allah Yang Maha Bijaksana
berfirman, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya
dengan susah payah (pula)”. (Al Ahqoq : 15)
Ibu mencintai anak, tetapi tidak mencintai penderitaan.
Adapun bapak tidak benci kepada pekerjaan, malam di dalamnya Ia mendapatkan
kesenangan dan keuntungan. Karena manusia memiliki fitrah cinta kepada keuntungan.
Lebih dari itu, ibu memelihara anak, baik yang bersifat badaniah maupun
adabiah, dan mempunyai andil dalam mendidiknya. Dialah sekolah pertama bagi
anak; dialah yang mengarahkan, mendidik, dan mengajari bersopan santun; dialah
yang selalu mengawasinya …[1].
JAZAAKILLAHU KHOIROL JAZA’ DUHAI IBUKU …
Ibu ..kata pertama yang kuucapkan ketika mulai belajar
berbicara.
Kalimat paling indah yang pernah kulang-ulang …
Ingin rasanya kutuangkan ungkapan terima kasih dan sebuah
pengakuan kepada ibuku.
Sebuah pengakuan dan terima kasih kepada ibuku yang kuyakini
telah berjasa kepadaku setelah anugerah dan rahmat Allah Ta’ala.
Apapun yang kukatakan, dan apapun yang kulakukan,
takkan bisa aku membalas jasamu duhai ibuku.
aku takkan melupakan haribaanmu yang penuh kasih sayang
Takkan kulupa malam-malam yang engkau lalui tanpa memejamkan
mata sepicingpun.
Dan hari-harimu yang penuh dengan keletihan.
aku tidak lupa ketika kita semua berkumpul mengelilingi
hidangan makan di atas tikar pandan, lalu engkau mendahulukan kami dari pada
dirimu dengan segala macam makanan dan minuman yang lezat dan enak..bahkan
setelah kami mulai tumbuh besar engkaupun masih rela menyuapkan makanan ke
mulut kami …
Betapa lelahnya engkau wahai ibu, ketika kami terlambat
pulang di malam hari karena bermain, seluruh penghuni rumah telah lelap
tinggallah engkau menahan kantuk menanti kepulangan kami.
Dulu, engkau takut dan khawatir ketika kami bermain ditepi
sungai..aku ingat, engkau pernah marah ketika aku bermain ditepian sungai lalu
memukulku, ketika itu aku belum mengerti kenapa engkau begitu marah. Tatkala
aku besar dan dewasa, anakmu ini mengerti. Semua itu engkau lakukan karena engkau
mengkhawatirkan keselamatan aku anakmu!!
Aku tidak akan lupa, ketika aku beranjak remaja dan pergi
merantau untuk menuntut ilmu engkau ikut bersusah payah bekerja, menumbuk
tepung membuat kue dan berjualan mengumpulkan uang dari sana dan sini untuk membantu
pendidikan kami anak-anakmu.
Ya Allah .. rahmatilah ibuku
Betapa letihnya diriku ketika pulang liburan kemudian
datanglah saat untuk kembali ketempat perantauan ..hatiku serasa terputus-putus
ketika engkau berkata kepadaku, “Mungkin ketika engkau nanti kembali lagi
engkau tidak melihatku lagi …”.
Alangkah sedih hatiku, setelah bertahun-tahun aku tidak
pulang, ketika pertama kali aku berdiri di hadapanmu engkau katakan, “Ini bukan
anakku”. Karena kondisi dan penampilanku yang tidak seperti engkau bayangkan …
Tak kuasa diriku menahan air mata mendengarnya,
membuatku tersungkur memeluk kakimu dan ketika tanganmu membelai kepalaku
serasa tetesan-tetesan embun memadamkan kesedihan dan mengobati kerinduan hati.
Setelah perjalanan panjang yang kulalui jauh darimu, akupun
pulang ..engkau telah beranjak tua dan lemah. Sungguh engkau telah berikan
untukku dan saudara-saudaraku tahun-tahun terindah dan paling manis dalam
hidupmu.
Berapa sering engkau membela kami. Entah berapa banyak
pengorbananmu untuk kami. Engkaulah yang telah menanggung keresahan dan
kegundahan kami, engkau selalu berusaha mewujudkan keinginan kami sekalipun
kami telah besar.
Dulu dipanggil fulan .. dan hari hari ini orang memanggilku
ustadz fulan..semua itu demi Allah tidak lain dan tidak bukan karena anugerah
Allah semata kemudian karena jasamu ibu. aku ini demi Allah tidak lain dan
tidak bukan adalah satu dari sekian banyak buah kebaikanmu ibu. Semoga Allah
membalas kebaikanmu dengan sebaik-baik pahala
Wahai pemilik senyuman yang tulus, wahai pemilik hati yang
dermawan dan penuh kasih sayang
Untukmu aduhai bunga yang tak pernah layu
Untukmu wahai mata air yang bening
Untukmu yang telah mengusap air mataku
Untukmu yang telah membasuh kotoranku
Yang telah menyuapkan makan dan minum dengan tangannya
kemulutku
Untukmu yang telah menjadikan haribaannya sebagai ketenangan
bagiku
Matanya yang selalu mengawasiku
kuhadiahkan untai kata dan rangkai kalimat ini untukmu
dan semoga Allah membalas segala budi baikmu dengan sebaik-baik balasan.
Ya Allah jagalah ibuku dengan penjagaanMu, panjangkanlah
umurnya, perbaikilah amalannya, dan tutuplah usianya dengan amal sholeh
dijalanMu.
Ibu .. kalaulah umurmu ditanganku ingin menambahkannya
sekalipun aku harus binasa karenanya.
Ibu .. kalau aku kuasa, kan kuangkat engkau
setinggi-tingginya hingga ke langit.
Demi Allah tidak akan ada yang bisa memberikan hakmu dengan
sempurna kecuali Allah Ta’ala.
IBU .. TAHUKAH ENGKAU SIAPA ITU IBU?
Dia adalah contoh kasih sayang yang hidup di tengah kita,
tidak ada yang memandangnya dengan penghormatan dan penghargaan melainkan
orang-orang yang dikasihi Allah. Ibu adalah laksana batu karang kesabaran.
Gambaran hidup bagi sifat pema’af dan lapang dada.
Seseorang bercerita, “Sekarang aku baru mengetahui arti
ungkapan sebagian orang ‘mendengar bukan seperti menyaksikan’. Aku banyak
mendengar ragam ungkapan tentang besarnya keutamaan seorang ibu. Sama seperti
yang lainnya, aku mendengar semua itu tapi hanya sebatas lewat ditelinga.
Terkadang ungkapan yang indah menggetarkan perasaanku. Kadangkala aku
mengangguk-angguk kagum mendengar bait-bait syair yang indah kemudian tidak
tampak wujudnya dalam kehidupan nyata.
Akan tetapi Allah mengingikan kebaikan untukku, ketika aku
dapatkan diriku mengikuti fase-fase perkembangan kehamilan istriku selangkah
demi selangkah.
Dan ketika ia memasuki bulan yang kesembilan lebih sedikit.
Aku bayangkan diriku adalah bayi meringkuk di dalam rahim itu. Aku terus
mengikuti dan mengawasi .. aku mulai merasakan sebagian makna-makna tersebut
yang sering aku dengar ..tentang keutamaan seorang ibu.
Aku telah melihat dan melihat sesuatu hal yang luar
biasa, membuat kepala menggeleng-geleng, hati tersentuh dan mata menangis.
Sejak itu aku benar-benar yakin bahwasanya ibu wanita yang agung ini, manusia
tidak akan pernah bisa membalas jasa dan budi baiknya sepanjang masa.
Betapapun indahnya untai kata sebuah puisi dan rangkai
kalimat nan lembut sebuah sya’ir
Demi Allah tidak akan ada yang bisa membalas
kebaikannya kecuali Allah semata. Diakhir bulan yang kesembilan itu ..apa yang
aku saksikan!! Aku memohon rahmatMu ya Allah ..apakah sanggup seorang manusia
menanggung semua kepedihan dan rasa sakit itu??!! Aku melihatnya menanggung
semua itu dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Aku melihatnya dan mendengarnya
dan ia tidak sadar ketika ia mengerang kesakitan aku merasakan panasnya pedih
yang dirasanya berpindah langsung ke dalam hatiku. Aku berusaha berjuang
melawan diriku agar mataku tidak mempermalukanku. Kemudian tidak beberapa lama,
aku dikejutkan lagi oleh dirinya yang tersenyum melupakan kepedihan dan rasa
sakit itu, seraya menunjuk ke perutnya ia berkata, “Aku sangat mencintaimu
bayiku, aku rindu untuk melihatmu”. Maha suci Allah yang melimpahkan kesabaran
kepadanya untuk menanggung kepedihan yang bersambung dengan ruhnya.
Engkau melihatnya apabila bergerak merasa pedih, apabila
duduk merintih, apabila berbaring meringis, apabila berjalan letih, apabila
berusaha tidur untuk rehat sejenak tidak sanggup. Dia tidak bisa berbolak-balik
di tempat tidurnya seenaknya seperti sebelum ia mengandung bayi itu. Namun
begitu ia masih saja sibuk dengan mengatur, membersihkan, merapikan dan
mengurus urusan rumah. Serta mengasuh anak-anaknya yang masih kecil; memberi
makan, memandikan dan menidurkan mereka. Itu semua dilakukannya sendiri
bagaikan mengangkat sebuah gunung.
Dan setelah itu ia masih berujar kepada kesabaran
dengan tersenyum, “hai sabar, ambillah pelajaran dariku. Hai sabar, ambillah
pelarajan dariku”.
Cobalah dirimu menjadi seorang ibu. Apakah sanggup seorang
laki-laki untuk tinggal bersama seorang bayi usia dua atau tiga tahun sepanjang
hari kalau tidak dia akan menyumpah serapah atau memaki dirinya sendiri karena
kesal atau menyesal.
Demi Allah, hanya seorang ibu saja yang sanggup menanggung
itu dengan ridho, rela dan senyuman.
Alangkah indahnya pemandangan ketika seorang ibu duduk dan
di sekelilingnya duduk pula anak-anaknya yang masih kecil, tak obahnya
anak-anak burung yang membuka paruhnya supaya ibunya menyuapkan makanan …
Sang ibu membujuk ini untuk makan, bercanda dengan yang
lainnya sambil menyuapkannya, dan memberi minum anaknya yang lain setelah
berulangkali merayunya. Serta tertawa dengan yang paling kecil agar mau
menyantap makanannya.
Semua itu ia lakukan sambil duduk ditengah-tengah
mereka dengan posisi yang tidak mengenakkan, hampir-hampir saja seluruh
persendiannya menjerit, mengaduh menahan sakit. Namun begitu ia tetap tersenyum
dan memberi semangat anak-anaknya agar mau makan.
Kemudian tiba-tiba ia menjerit pelan, ia baru saja menerima
tendangan bayi di dalam perutnya maka ia segera memperbaiki posisi duduknya,
setelah itu ia kembal itersenyyum seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu.
Lantas, janinnya kembali memberikan pukulan dan tendangan
lagi seolah-olah ia berkata kepada ibunya, “Aku disini ibu”.
Sang ibu gembira dengan pukulan dan tendangan janinnya,
sedangkan janinnya tidak membiarkannya beristirahat barang sejenak. Apabila
tidak terasa gerakan janinnya ia takut dan cemas, apabila bergerak ia gembira
dan senang.
Subhanallah, beragam rasa sakit dan derita yang saya kira
kalau ditimpakan kepada seorang laki-laki berotot barangkali ia akan menjerit
sampai terdengar oleh tetangga-tetanggannya.
Adapun dia, tetap sabar mengharapkan ridho Allah,
bahkan tersenyum dan tertawa.
Semoga rahmat Allah untuknya, ramat Allah atasnya dan rahmat
Allah bersamanya.
Apakah engkau mengira sakit dan pedih itu berakhir sampai
disitu saja?!
Alangkah mulianya engkau ibu …
Apabila telah lewat usia kandungan Sembilan bulan, dan telah
dekat saat keluarnya janin ke dunia, datanglah musibah itu. Si janin tidak
ingin tinggal lagi dirahim ibunya, tapi dia tidak juga keluar dengan sukarela
ke dunia fana ini. Ketika itulah rasa sakit yang tidak tertahankan, derita yang
tidak ringan. Kemudian sering pula janin tidak keluar kecuali dengan paksaan,
sehingga kadang daging harus disayat, perut dibelah atau divakum .. kemudian
rasa sakit kian bertambah ketika janin mulai keluar ..darah berpacu dengan
janin dan kematian serasa di ambang mata, terkadang kematian yang lebih
dahulu dan si ibupun mati sementara janinnya yang hidup. Apabila sang ibu
dikaruniahi usia yang panjang ia sadar setelah menghadapi kondisi yang berat
ini, lalu apabila ia melihat bayinya terbaring disisinya, ia pun tersenyum ..
hilang rasa sakit, lupa derita yang baru saja dilaluinya.
Ya Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang, alangkah
menakjubkannya kasih sayang seorang ibu dan kerinduan kepada bayinya. Ia
berjuang menghadapi rasa sakit dan kematian kemudian ia berangan-angan rela
mati untuk kehidupan bayinya.
Ibu …
Kalaulah bintang gemintang memancarkan sinarnya menerangimu
Kalaulah semua burung-burung bernyanyi menyenandungkan
namamu
Kalaulah angin lembut bertiup menaburkan butiran embun nan
bening dan wangi dipangkuanmu
Semua itu tidak cukup untuk membalas jasamu ibu.
عن أنس قال : ارتقى النبي على المنبر درجة فقال آمين ..ثم
ارتقى الثانية فقال آمين ..ثم ارتقى الثالثة فقال آمين ..ثم استوى فجلس
فقال أصحابه : علامَ أمنت يا رسول الله ؟!..فقال : (( أتاني جبريل
فقال : رغم أنف امرئ ذُكرت عنده فلم يصلِ عليك ، فقلت : آمين ثم
قال : ورغم أنف امرئ أدرك أبويه ولم يدخل الجنة…”
Dari Anas rodhiyallahu ‘anhu ia menuturkan, Nabi shollallahu
‘alaihi wa sallama naik ke tangga pertama mimbar maka belia mengucapkan amin,
kemudian naik ke anak tangga ke dua seraya lalu mengucapkan amin, kemudian naik
ke anak tangga yang ketiga lalu mengucapkan amin. Kemudian duduk di atas
mimbar. Maka sahabat-sahabatnya berkata, “Apa yang engkau aminkan hai
Rasulullah? Beliau berkata, “Jibril mendatangiku, lalu ia berkata, ‘Celaka
orang yang disebutkan namamu dihadapnnya lalu ia tidak bersholawat atasmu, maka
aku mengucapkan amin. Kemudian ia berkata, ‘Celaka orang yang mendapatkan kedua
orangtuanya dan ia tidak masuk surga …”. (Shohih dengan syawahidnya, Fadhlush
Sholah ‘alan Nabi tahqiq Syaikh Al Albany, hal; 30).
Ibu …
karena kemuliaanmu kening tertunduk hina di depanmu
namamu semerbak mewangi, haribaanmu menghangati jiwaku
Allah yang Maha Tinggi lagi Mulia menjagamu.
Kepadamu ibuku, aku rindu
Ridhomu atasku bagai hembusan angin nan sejuk menghapus
dukaku
Kasihmu duhai ibu, penawar luka-lukaku
Peliru lara sepanjang umurku dan tempat bernaungku
Dan setelah kepada Allah, kepadamulah aku mengadu
Kala problema merundungku
Dengan do’amu duhai ibu sirna segala kesusahanku
Do’amu laksana jalan bagi hatiku
Wahai ibuku, engkaulah yang membuat indah hidupku
Bunga-bunga nan indah mekar dan mata air yang tak pernah
berhenti mengaliriku
Tak dapat kuhitung malam-malam yang kau lalui tanpa memejamkan
matamu
Dan hatimu bersedih ketika aku pergi meninggalkanmu
Teruslah ibu menjadi pelita yang bagiku.
Agar aku bisa berbakti kepadamu.
Footnote :
[1] Lebih
luas tentang bakti kepada ibu silahkan membaca : Wahai Ibu Ma’afkan Anakmu,
oleh Abuz Zubair Hawaary, cet. Daarul Falah Jakarta.
Penulis : Ust. Abuz Zubair Hawaary Lc.
Sumber : www.abuzubair.net